Identitas Diri

Status Identitas
 
Pengertian Identitas
Erikson (1964) mengatakan identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau seorang dewasa ? Apakah nantinya ia dapat menjadi seorang suami atau ayah ? … Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya ? secara keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau akan gagal ? (Hurlock, 2000 : 208)

Adam dan Gullota, 1983 (dalam Desmita, 2005 : 211), menggambarkan tentang identitas sebagai berikut :“Identity is a complex psychological phenomenon. It might be thought of as the person in personality. It includes our own interpretation of early childhood identification with important individual in our lives. It includes a sense of identity integrates sex-role identification, individual ideology, accepted group norms and standards, and much more”.
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa identitas adalah sebuah fenomena psikologi yang kompleks. Dimana hal itu mungkin adalah sebuah cara pemikiran seseorang dalam kepribadiannnya. Termasuk didalamnya identifikasi dengan individu yang dianggap penting dalam kehidupan mulai dari awal masa kanak-kanak. Dan termasuk identifikasi peranan seks, ideologi individu, penerimaan norma kelompok, dan banyak lagi.
Menurut James Marcia dan Watterman (dalam Yusuf, 2000), identitas diri merujuk kepada “ pengorganisasian atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan dan keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan filsafat hidup.
Karakteristik Individu yang Memiliki Identitas Diri
Ada beberapa ciri individu yang memiliki identitas diri, yaitu individu tersebut haruslah memiliki karakteristik seperti : (Dariyo, 2004 : 80)
  1. Konsep diri ; yakni gambaran diri tentang aspek fisiologis maupun psikologis yang berpengaruh pada perilaku individu dalam penyesuaian diri dengan orang lain.
  2. Evaluasi diri ; yakni penerimaan dan kekurangan yang ada pada diri individu yang baik, berarti ia memiliki kemampuan untuk menilai, mengevaluasi potensi dirinya sendiri.
  3. Harga diri ; yakni sejauh mana individu dapat menghargai diri sebagai seorang pribadi yang memiliki kemandririan, kemauan, kehendak, dan kebebasan dalam menentukan perilaku dalam hidupnya.
  4. Efikasi diri ; yakni kemampuan untuk menyadari, menerima dan mempertanggungjawabkan semua potensi, ketrampilan atau keahlian secara tepat.
  5. Kepercayaan diri ; yakni keyakinan terhadap diri sendiri bahwa ia memiliki kemampuan dan kelemahan, dan dengan kemampuan tersebut ia merasa optimis dan yakin akan mampu menghadapi masalahnya dengan baik.
  6. Tanggung jawab ; yakni rasa tanggung jawab terhadap apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
  7. Komitmen ; yakni tekad atau dorongan internal yang kuat untuk melaksanakan suatu janji, ketepatan hati yang telah disepakati sebelumnya, sampai benar-benar selesai dengan baik.
  8. Ketekunan ; yakni didalam diri individu muncul etos kerja yang pantang menyerah sebelum segala sesuatunya selesai. Ketekunan tidak mengenal putus asa, dalam arti bahwa apa yang dilakukannya selalu berorientasi kemasa depan.
  9. Kemandirian ; yakni sifat yang tidak bergantung pada orang lain. Individu akan berusaha menyelesaikan masalah dalam hidupnya sendiri. Semua karakteritik tersebut tidak dapat dipisah-pisah antara satu dengan yang lainnya.

Semua saling berkaitan dan menunjang untuk membentuk sinergisme, sehingga menjadi daya kekuatan yang mampu mendorong seseorang untuk menjadi pribadi yang dewasa (adequate personality).

Macam-macam Status Identitas Status identitas merupakan paradigma perluasan dan pengembangan dari teori psikososial Erik H. Erikson oleh James Marcia. Dalam paradigma ini perkembangan status identitas telah menghasilkan dua dasar dimensi, yaitu eksplorasi dan komitmen.

Eksplorasi yaitu : (Soenens, 2004) “Exploration was defined as the degree to which an individual engages in a personal search for values, beliefs, and goals, and the process of exploration implies experimenting with different social roles, plans, and ideologies.” Ekspolarasi dapat didefinisikan sebagai derajat dimana ketertarikan individu dalam mencari jati diri mengenai nilai, kepercayaan, tujuan dan proses eksplorasi menunjukkan percobaan dengan perbedaan aturan sosial, rencana dan ideologi.

Dan komitmen adalah :“Commitment refers to the determined adherence to a set of convictions, goals, and values.” Komitmen kembali pada kesetiaan untuk patuh dalam menyatukan keyakinan, tujuan dan nilai. Menurut James E. Marcia :“Crisis- going through things that challenge our thinking, beliefs and values.”

Krisis merujuk pada sesuatu yang menantang pikiran kita, kepercayaan dan nilai. “Commitment- Making decisions and coming to decisions about our thinking, beliefs, values based upon a new perspective. (Marcia, tanpa tahun)Komitmen - membuat dan menerima keputusan mengenai pemikiran, kepercayaan, nilai yang didasarkan pada sebuah perspektif baru. Santrock (1999 : 58), mendefinisikan krisis sebagai suatu periode perkembangan identitas selama dimana remaja masih memilih diantara pilihan-pilihan yang bermakna. Beberapa peneliti biasa menyebutnya dengan eksplorasi dan bukan krisis. Komitmen adalah sebagai bagian dari perkembangan identitas dimana remaja memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang akan mereka lakukan.

Berdasarkan dimensi ini Marcia, 1966 (dalam Soenens, 2004) membagi identitas menjadi empat status identitas yang didasarkan pada dua pertimbangan :
  1. Apakah mereka mengalami suatu krisis identitas atau tidak.
  2. Pada tingkat mana mereka memiliki komitmen terhadap pemilihan pekerjaan, agama, serta nilai-nilai politik dan keyakinan.

Keempat kategori itu adalah : Achievement (tinggi dalam komitmen dan eksplorasi), moratorium (rendah komitmen dan tinggi eksplorasi), foreclosure (tinggi komitmen dan rendah eksplorasi), dan diffusion (rendah dalam komitmen dan eksplorasi), yaitu :
1. Identitas achievement ; seorang individu dikatakan telah memiliki identitas, jika dirinya telah mengalami krisis dan ia dengan penuh tekad mampu menghadapinya dengan baik. Justru dengan adanya krisis akan mendorong dirinya untuk membuktikan bahwa dirinya mampu menyelesaikannya dengan baik. Walaupun kenyataannya ia harus mengalami kegagalan, tetapi bukanlah akhir dari upaya untuk mewujudkan potensi dirinya. (Dariyo, 2004 : 84).

Ciri orang yang memiliki identitas ini : mampu membuat pilihan dan komitmen yang kuat, pilihan dibuat sebagai hasil proses periode krisis dan pencurahan banyak pikiran serta perjuangan emosi, orang tua mendorongnya untuk membuat keputusannya sendiri, orang tua mendengarkan ide-idenya dan memberi opini tanpa tekanan, flexible strength, banyak berpikir, tetapi tidak terlalu mawas diri, mempunyai rasa humor, dapat bertahan dengan baik dibawah tekanan, mampu menjalin hubungan yang intim, dapat bertahan meskipun membuka diri pada ide baru, lebih matang dan lebih kompeten dalam berhubungan daripada mereka dari tiga kategori status identitas lainnya. (Marcia, tanpa tahun)

2. Identitas foreclosure; identitas ini ditandai dengan tidak adanya suatu krisis, tetapi ia memiliki komitmen atau tekad. Sehingga individu seringkali berangan-angan tentang apa yang ingin dicapai dalam hidupnya, tetapi seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapinya. Akibatnya, ketika individu dihadapkan pada masalah realitas, tidak mampu menghadapi dengan baik. Bahkan kadang-kadang melakukan mekanisme pertahanan diri seperti ; rasionalisasi, regresi pembentukan reaksi dan sebagainya. (Dariyo, 2004 : 84)

Ciri seseorang yang memiliki identitas ini : komitmennya dibuat setelah menerima saran dari orang lain, keputusan dibuat tidak sebagai hasil dari krisis, yang akan melibatkan pertanyaan dan eksplorasi pilihan-pilihan yang mungkin, berpikiran kaku, bahagia, yakin pada diri sendiri, bahkan mungkin puas dengan diri sendiri, menjadi dogmatis ketika opininya dipertanyakan, hubungan keluarga dekat, patuh, cenderung mengikuti pemimpin yang kuat, tidak mudah menerima perselisihan pendapat. (Marcia, tanpa tahun)

3. Identitas moratorium ; identitas ini ditandai dengan adanya krisis, tetapi ia tidak memiliki kemauan kuat (tekad) untuk menyelesaikan masalah krisis tersebut. Ada dua kemungkinan tipe individu ini, yaitu : a. Individu yang menyadari adanya suatu krisis yang harus diselesaikan, tetapi ia tidak mau menyelesaikannya, menunjukkan bahwa individu ini cenderung dikuasai oleh prinsip kesenangan dan egoisme pribadi. Apa yang dilakukan seringkali menyimpang dan tidak pernah sesuai dengan masalahnya. Akibatnya, ia mengalami stagnasi perkembangan, artinya seharusnya ia telah mencapai tahap perkembangan yang lebih maju, namun karena ia terus-menerus tidak mau menghadapi atau menyelesaikan masalahnya, maka ia hanya dalam tahap itu. b. Orang yang memang tidak menyadari tugasnya, namun juga tidak memiliki komitmen. Ada kemungkinan, faktor sosial, terutama dari orang tua kurang memberikan rangsangan yang mengarahkan individu untuk menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya (Dariyo, 2004 : 84)

Ciri seseorang yang memiliki identitas moratorium adalah : dalam keadaan krisis, ragu-ragu dalam membuat keputusan, banyak bicara, percaya diri, tetapi juga mudah cemas dan takut, pada akhirnya mungkin akan keluar dari krisis dengan kemampuannya membuat komitmen. (Marcia, tanpa tahun)

4. Identitas diffusion. Orang tipe ini, yaitu orang yang mengalami kebingungan dalam mencapai identitas. Ia tidak memiliki krisis dan juga tidak memiliki tekad untuk menyelesaikannya. (Dariyo, 2004 : 85)

Ciri seseorang yang memiliki identitas ini adalah : tidak mempunyai pilihan-pilihan yang dipertimbangkan secara serius, tidak mempunyai komitmen, tidak yakin pada dirinya sendiri, cenderung menyendiri, orang tua tidak mendiskusikan mengenai masa depan dengannya, mereka sering bicara semua terserah mereka, beberapa dari mereka tidak mempunyai tujuan hidup, cenderung tidak bahagia, sering menyendiri karena kurangnya pergaulan. (Marcia, tanpa tahun)
Keempat status identitas tersebut dapat tercermin pada satu dari kelima bidang yang dipandang sebagai core domain yaitu bidang pekerjaan, bidang religius belief, bidang ideologi politik, bidang kehidupan perkawinaan, dan bidang peran-peran gender. Dengan demikian, kata kunci dari penetapan
keberadaan seseorang pada status-status identitasnya adalah eksplorasi dan komitmen.

Waterman, 1982, mengemukakan suatu hipotesis dasar mengenai perkembangan status identitas , yaitu transisi dari masa remaja ke masa dewasa meliputi tahap penguatan status identitas (proses dari kematangan ego yang rendah ke kematangan ego yang tinggi). (Santos, 2000). Akan tetapi dalam pandangan yang umum ini , Marcia (1996) mengatakan orang yang berbeda akan mengikuti pola perkembangan yang berbeda pula, misalnya seseorang yang berada dalam tahap moratorium akan mengalami perkembangan kearah identity achievement, tetapi mungkin orang yang lain akan mengalami kemunduran, yaitu dari tahap moratorium ke tahap identity diffusion (Santos, 2000).

Model Perkembangan Status Identitas

Remaja muda terutama berada didalam penyebaran identitas atau penundaan identitas. Sekurang-kurangnya ada tiga aspek perkembangan remaja muda yang penting dalam pembentukan identitas (Marcia, 1987; dalam Santrock, 1999 : 58) : remaja muda harus membangun kepercayaan pada dukungan orang tua, mengembangkan ketekunan (a sense of industry), dan memperoleh suatu perspektif refleksi diri atas masa depan mereka.

Acher, 1989 mengatakan, banyak peneliti status identitas yakin bahwa pola umum individu yang mengembangkan identitas-identitas yang positif mengikuti apa yang disebut siklus “MAMA” moratorium – achiever – moratorium – achiever (dalam Santrock, 1999 : 58). Francis, Fraser, & Marcia, 1989, berpendapat bahwa siklus ini dapat diciptakan sepanjang hidup Perubahan-perubahan pribadi, keluarga, dan masyarakat tidak terelakkan, dan ketika perubahan-perubahan itu terjadi, fleksibilitas dan ketrampilan yang diperlukan untuk menjajaki alternatif baru dan mengembangkan komitmen baru dapat memfasilitasi ketrampilan-ketrampilan untuk menghadapi perubahan-perubahan itu oleh individu. (Santrock, 1999 : 58).


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas

Proses pembentukan identitas menurut Marcia (1993) terjadi secara gradual sejak lahir, yakni sejak anak berinteraksi dengan ibu dan anggota keluarga lainnya. Marcia juga mengidentifikasi pembentukan identitas, yaitu : (Desmita, 2005 : 217).
1. Tingkat identifikasi dengan orang tua sebelum dan selama masa remaja
2. Gaya pengasuhan orang tua
3. Adanya figure yang menjadi model
4. Harapan social tentang pilihan identitas yang terdapat dalam keluarga, sekolah, dan teman sebaya
5. Tingkat keterbukaan individu terhadap berbagai alternative identitas
6. Tingkat kepribadian pada masa pra-adolesen yang memberikan sebuah landasan yang cocok untuk mengatasi masalah identitas.

Comments

  1. Top 10 Casinos in Las Vegas - MapYRO
    Find your ideal casino 충청북도 출장샵 in the Las 통영 출장샵 Vegas Strip and discover what 여수 출장마사지 makes a city great. Find a casino with everything you want! Make 성남 출장마사지 your Vegas trip 군포 출장마사지 a

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts